Institusi Pendidikan Islam Perspektif Normatif, dan SosioKultural Historis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam konteks perjalanan umat Islam, sejak pertama kali agama Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. kepada umat manusia merupakan agama yang menekankan arti pentingnya ilmu pengetahuan, baik secara teoritis maupun aplikatif. Secara normatif, Alquran dan hadis tidak hanya menegaskan pentingnya pencarian ilmu pengetahuan dalam rangka meraih prestasi kehidupan duniawi dan ukhrawi, tetapi juga memberikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap orang-orang yang mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk kemaslahatan manusia. Pesan moral keagamaan ini nampak dengan jelas pada surat pertama Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah saw. yang memerintahkan kepada manusia untuk mencari ilmu pengetahuan seluas-luasnya melalui kegiatan membaca. Secara praktis, umat Islam telah mengimplementasikan perintah iqra’ tersebut dalam bentuk pendidikan Islam sejak masa Rasulullah saw. sampai dewasa ini. Dalam proses perkembangan pendidikan Islam, umat Islam pernah mencapai kemajuan keilmuan dan budaya, yakni pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah tahun 750-1258 M.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam memiliki perjalanan historis yang cukup panjang. Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan Islam berkembang seiring dengan muncul agama Islam itu sendiri. Bagi masyarakat Arab, kedatangan Islam telah membawa perubahan mendasar pada budaya dan peradaban mereka dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Dari catatan tentang peradaban bangsa Arab ditemukan bahwa masyarakat Arab pra Islam kurang memperhatikan pendidikan terbukti dengan minimnya jumlah orang Arab yang mampu membaca dan menulis.

B.                          Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian institusi pendidikan islam?
  2. Apa saja macam-macam institusi pendidikan islam yang telah ada?
  3. Apa penjelasan institusi pendidikan islam dalam sudut pandang normative, dan sosiocultural historis?











BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Institusi Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam yang bersamaan proses pembudayaan. Dan proses tersebut dimulai dari lingkungan keluarga. Pada zaman Nabi, beliau melaksanakan tugas secara aktif dimana telah didirikan lembaga untuk memberikan pelajaran tentang agama islam dirumah-rumah dan masjid-masjid. salah satunya Dar Al-arqam di Makkah. Sejalan dengan semakin berkembangnya jumlah pemeluk Islam maka didirikanlah berbagai model kelembagaan pendidikkan islam yang lebih teratur dan terarah. Mula-mula berdidi apa yang kita kenal dalam sejarah lembaga pendidikan islam yang bernama “AL KUTTAB” yang mengajarkan membaca dan menulis Al-Qur’an,dan kemudian diajarkan ilmu Agama dan ilmu Al-Qur’an. Karena seiring perkembangan pendidikan islam yang pesat maka KUTTAB tidak dapat menampung dari kebutuhan belajar yang lebih luas, maka dibentuklah lembaga pendidikan lain, berikut macam-macam lembaga pendidikan islam :
1.       KUTTAB
Institusi pendidikan Islam tipe ini merupakan tempat pembelajaran dasar-dasar Alqur’an melalui ketrampilan menghafal dan menulis, khusus bagi anak-anak yang belum remaja. Karena itu, tujuan utama didirikan lembaga pendidikan kuttab adalah tempat menghafal Alquran dan mengajarkan ketrampilan membaca dan menulis bagi anak-anak muslim. Kemunculan lembaga pendidikan jenis ini telah dimulai sejak masa Rasulullah saw., yaitu pembelajaran khusus bagi anak-anak muslim yang belum bisa baca tulis dilakukan oleh tawanan perang atas perintahnya. Pada masa awal Islam, kuttab menempati posisi yang sangat penting dalam pengajaran Alquran, sebab menghafal Alquran menjadi tradisi yang mendapatkan kedudukan terhormat di kalangan pemimpin dan umat Islam. Pada saat ini adalah menjadi fenomena yang tidak mengejutkan, jika Alquran tidak hanya dipelajari melalui lembaga khusus, tetapi juga mendapatkan perhatian serius dari penguasa, ulama’ dan orang kaya. Para peserta didik yang telah menghafal dan memiliki wawasan tentang Alquran, diajarkan ibarat-ibarat dalam ilmu Nahwu dan bahasa Arab. Disamping itu, juga diajarkan ilmu hitung, sejarah tentang bangsa Arab pra Islam dengan metode pembelajaran yang lebih mengutamakan aspek hafalan.
2.       Manazil Ulama’ (Rumah Kediaman Para Ulama’)
            Tipe lembaga pendidikan ini termasuk kategori yang paling tua, bahkan lebih dulu ada sebelum halaqah di masjid. Rasulullah saw. dan para sahabat menjadikan rumahnya sebagai markas gerakan pendidikan yang terfokus pada aktivitas pengajaran akidah dan pesan-pesan Allah swt. dalam Alquran untuk disampaikan kepada masyarakat. Selain Dar al-Arqam, baik pada periode Makkah maupun Madinah, sebelum didirikan masjid Quba, Rasulullah saw. menggunakan rumah kediamannya untuk kegiatan pembelajaran umat Islam. Rumah Rasulullah saw. selalu ramai, sebab setiap saat orang berduyun-duyun datang menimba ilmu, sehingga fungsi rumah sebagai tempat istirahat yang nyaman dan damai menjadi terusik (tereduksi). Maka turunlah ayat yang menetapkan aturan yang berkenaan dengan pemilik dan fungsi rumah sebagai tempat yang harus di jaga kenyamananya di kalangan umat Islam, termasuk hubungan antara para sahabat dengan Rasulullah saw. dalam proses pendidikan.
3.       Masjid dan Jami’
Masjid dan Jami’ adalah dua tipe lembaga pendidikan Islam yang sangat dekat dengan aktivitas pengajaran agama Islam. Kedua terma ini, pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai tempat ibadah dan pengajaran agama Islam. Kemunculan masjid sebagai lembaga pendidikan dalam Islam telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, sedangkan jami’ muncul kemudian dan banyak didirikan oleh para penguasa dinasti, khususnya Abbasiyah. Beberapa jami’ yang terkenal pada masa Abbasiyah antara lain; Jami’ Amr bin Ash, Jami’ Damaskus, Jami’ al-Azhar dan masih banyak yang lain.
Dengan demikian, pendidikan Islam dan masjid merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana masjid menjadi pusat dan urat nadi kegiatan keislaman yang meliputi kegiatan keagamaan, politik, kebudayaan, ekonomi, dan yudikatif. Mulai sejak masa Rasulullah saw. dengan masjid Quba dan Nabawi hingga masjid Baghdad pada masa dinasti Abbasiyah, masjid selalu menjadi alternatif utama dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Dari masjid, kemudian berkembang menjadi masjid khan sebagai tempat pemondokan bagi pencari ilmu di lingkungan halaqah masjid dari berbagai wilayah Islam.
4.       Palace School
Pendidikan anak bangsawan di kalangan istana berbeda dengan pendidikan anak umat Islam pada umumnya. Di istana, metode pendidikan dasar dirancang oleh orang tua murid yang menjadi khalifah dan penguasa pemerintah agar selaras dengan minat, bakat, dan keinginan orangtuanya. Metode pembelajaran yang diterapkan, pada dasarnya sama dengan metode belajar anak-anak di kuttab, hanya ditambah dan dikurangi sesuai dengan kebutuhan kalangan bangsawan istana dalam menyiapkan putera mereka memikul tanggung jawab negara dan agama di masa selanjutnya. Tenaga pengajar di lembaga pendidikan ini disebut muaddib. Mereka diberikan tempat tinggal di lingkungan istana dengan tugas mengajar berbagai disiplin ilmu, terutama yang berkaitan dengan peningkatan wawasan keislaman dalam bidang Alquran, hadis, syair dan sejarah peradaban manusia saat itu. Putera-putera istana terus digembleng dengan metode semacam ini sampai mereka melewati masa kanak-kanaknya. 
5.       Hawanit al-Warraqain (Toko-toko Buku)
Pada awal pemerintahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, lembaga pendidikan Islam dalam bentuk toko-toko buku telah bermunculan di pusat-pusat kota, selain sebagai agen komersialisasi berbagai buku ilmiah juga menjadi pusat pembelajaran umat Islam melalui metode diskusi mengenai isi buku yang dicari atau ditawarkan. Kemudian, lembaga pendidikan ini menyebar dengan cepat ke seluruh wilayah kekuasaan Islam saat itu.
6.       Salunat al-Adabiyah (Majlis Sastra)
            Lembaga pendidikan Islam dalam bentuk majlis sastra mulai populer berkembang secara formal sejak masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah, tetapi keberadaannya telah dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin. Di lembaga ini, umat Islam belajar tentang berbagai syair, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Persia yang berhubungan dengan agama Islam dan kondisi kehidupan sosial-budaya masyarakat secara menyeluruh. Pada masa Abbasiyah, selalu diadakan perdebatan dan diskusi tentang keahlian bersyair diantara sastrawan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk juga perlombaan di antara para seniman dan pujangga, khususnya dalam bidang kaligrafi Alquran dan arsitektur. Lembaga pendidikan ini menjadi salah satu corong pemerintah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang seni dan budaya umat Islam sehingga mampu menghasilkan karya seni dan budaya yang menakjubkan saat itu (Mehdi Nakosten)
7.       Maktabah (Perpustakaan)
Lembaga pendidikan Islam ini menjadi suatu cara bagi para pencinta ilmu masa dahulu dalam menyebarkan ilmu. Disamping harga buku yang mahal dan tidak semua umat Islam dapat memilikinya, mereka juga menginginkan suatu tempat yang bisa menjadi pusat koleksi karya-karya mereka, sehingga mudah diakses oleh umat. Perpustakaan tersebut terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya dan orang-orang yang bekerja di lembaga ini digaji oleh penguasa. Misalnya; perpustakaan Iskandariyah dan Baitul al-Hikmah pada masa dinasti Abbasiyah.
Pada masa selanjutnya, lembaga pendidikan Islam dalam bentuk perpustakaan ini menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam, bukan lagi menjadi tempat kegiatan interaksi pembelajaran umat. Disamping tempat mengoleksi buku-buku karya ilmiah dari dunia Islam dan asing juga digunakan sebagai tempat penelitian, observasi, dan laboratorium percobaan ilmiah.
8.       Bimaristan dan Musytasyfa (Klinik dan Rumah Sakit)
Lembaga pendidikan Islam dalam bentuk bimaristan (klinik) ini telah memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan dan pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Bimaristan, selain berfungsi sebagai tempat pengobatan berbagai penyakit juga menjadi pusat pengajaran ilmu kesehatan. Bimaristan pertama yang memainkan kedua fungsi tersebut adalah didirikan oleh Walid bin Abd. Malik tahun 88 H. Sama halnya dengan bimaristan, rumah sakit rumah sakit juga termasuk salah satu institusi pendidikan Islam yang penting, sebab kebanyakan pengajaran ilmu kesehatan dan klinis dilakukan di tempat ini. Tradisi yang berkembang saat itu, yaitu pengajaran aspek teoritis ilmu kedokteran diberikan secara mendalam di masjid atau madrasah. Sedangkan dimensi praktisnya dilakukan di musytasyfa yang banyak memiliki perpustakaan dan sekolah yang memang secara khusus di desain untuk tujuan aplikasi teori-teori pengobatan secara medis.
9.       Universitas
The university. The crown and glory of medieval muslim schools were the university, or research center. We have already discussed the great university of nidzamiyah in the section on nizamul Al Mulk, but let us another illustration of the character of muslim universities the great research Mustansiriyyah.
The Mustansiriyyah University came to existence to compete with and overthrow the Nizamiyyah. Of the origin and the development of this university, the writer of Baghdad during the Abbasid Caliphate speaks as follows.
  1. Institusi Pendidikan dalam pandangan Normatif, dan Sosiocultural Historis
1.       Normatif
Para ahli studi keagamaan, pada umumnya sepakat bahwa agama sebagai sumber nilai, sumber etika, dan pandangan hidup yang dapat diperankan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dan keyakinan terhadap agama menyebabkan pengaruh-pengaruh positif yang luar biasa, mampu menciptakan kebahagian atau memperbaiki hubungan-hubungan sosial atau mengurangi, bahkan dapat menghapuskan setiap permasalahan manusia.
Kebutuhan manusia terhadap agama semakin diperlukan lagi dalam dalam kehidupan modern yang ditandai oleh pola hidup materialistik, pragmatik, positivistik, yang kesemua itu cenderung memuja dan mendewakan materi. Keadaan ini pada gilirannya membuat manusia mersakan kekeringan spiritual, hidup hampa, dan teralienasi. Manusia menjadi semacam sekrup dalam mesin raksasa kehidupan. Ia telah kehilangan jati dirinya yang utuh. Keadaan ini menyebabkan rapuh ketika menghadapi berbagai masalah, terjadi kemrosotan moral, konflik sosial, stres, cemas, gelisah, gangguan keamanan, dan berbagai macam penyakit sosial lainnya, hal ini jelas tidak dapat diatasi dengan materi, melainkan dengan kembali kepada ajaran agama.
Peran dan fungsi agama diatas dapat dijumpai pada semua agama, baik agama samawi maupun agama wadh’i. Dalam islam misalnya agama berperan sebagai pembimbing dan pemberi petunjuk, li yukhrijakum min al-dzulumat ila al-nur (mengeluarkan manusia dari kegelapan jiwa kepada pencerahan dan ketenangan jiwa), syifa (sebagai obat penawar jiwa yang tegang, cemas, dan gelisah), rahmat, dan al-furqan (yang memisahkan antara yang hak dan bathil).
2.       Sosial Budaya
Dari sudut pandang sosial terdapat hubungan yang kuat antara pendidikan dan masyarakat. Hubungan tersebut berada dalam posisi simbiotik mutualistik. Pengaruh pendidikan terhadap masyarakat terlihat pada peran pendidikan dalam mencerdaskan, menyadarkan, dan menggerakan masyarakat untuk mengikuti sebuah aturan agama dan kebijakan pemerintah.
Dari sudut pandang kebudayaan merupakan sebuah tata nilai, aturan, norma, hukum, pola pikir, dan sebagainya itu adalah merupakan sebuah konsep yang dihasilkan melalui proses akumulasi, transformasi dan pergumulan dari berbagai nilai yang bergumul menjadi satu dan membentuk sebuah kebudayaan. Kontribusi yang paling besar sumbangannya adalah nilai agama, hal ini terjadi karena agama telah menyatu dalam sistem keyakinan manusia yang selanjutnya dimanifestasikan dalam tata nilai kehidupan.
Adapun tujuan pendidikan yang bebasis kebudayaan adalah melahirkan peserta didik yang memiliki karakter, dan mendorong tumbuh berkembangnya nilai-nilai budaya yang mendorong lahirnya generasi yang baik, dan etos kerja yang tinggi.
3.       Historis
Melalui pendekatan sejarah ini, ilmu pendidikan islam akan memiliki landasan sejarah yang kuat, sehingga terjadi hubungan dan mata rantai yang jelas antara pendidikan yang pernah ada di masa lalu. Bangunan ilmu pendidikan islam yang didasarkan pada pendekatan sejarah ini akan memiliki landasan berpijak yang lebih realistis dan empiris, karena bertolak pada praktik pendidikan yang benar-benar terjadi. Ilmu pendidikan islam dengan pendekatan sejarah merupakan sebuah bentuk apresiasi atas berbagai peristiwa masa lalu untuk digunakan sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi pengembangan ilmu pendidikan islam dimasa lalu. Hal ini sejalan dengan semangat yang terkandung dalam Al Qur’an,  sebaimana terdapat pada ayat. 
أَوَ لَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ كَانُوٓاْ أَشَدَّ مِنۡهُمۡ قُوَّةٗ وَأَثَارُواْ ٱلۡأَرۡضَ وَعَمَرُوهَآ أَكۡثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَآءَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِۖ فَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ٩
10.  Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.
Jadi sejarah telah memberikan sumbangan yang amat besar pada pendidikan islam yang bercorak historis serta mewarnai praktik pendidikan islam pada umumnya. Pada beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, Pakistan, dan Brunei Darussalam praktik pendidikan yang dilaksanakan sebagian besar masih dipengaruhi oleh warisan praktik pendidikan islam yang pernah ada dalam sejarah.
Melalui pandangan sejarah dapat diketahui adanya sumbangan yang diberikan dunia pendidikan dan pengajaran, baik yang bersifat formal, nonformal, maupun informal dalam menghasilkan para ulama yang kemudian berkiprah, tidak hanya pada pemerintahan, tetapi juga pada masyarakat pada umumnya, sesuai bidang keahliannya sehingga membawa kemajuan. Para pemimpin negara, presiden, perdana menteri, sultan, para menteri, dan berbagai pejabat, tokoh pengusaha dalam berbagai bidang, ilmuan, teknolog, designer, insinyur, para guru, para dai, dan seterusnya adalah lulusan dari lembaga pendidikan. Mereka kemudian mengabdikan dirinya berkiprah dalam berbagai bidang yang kemudian menghasilkan kebudayaan dan peradaban yang membawa kemakmuran suatu bangsa dan negara.
Mealalui sejarah dapat diketahui tentang adanya kurikulum yang diterapkan diberbagai lembaga pendidikan yang disesuaikan dengan visi, misi, tujuan, ideologi keagamaan yang dimiliki oleh tokoh pendiri atau masayrakat yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan tersebut. Pada madrasah Nidzamiyah yang berbasis ajaran otordokis sunni misalnya telah menetapkan sejumlah bidang ilmu yang terdapat dalam kurikulum yang disesuaikan dengan ajaran sunni tersebut. Dalam bidang teologi (Ilmu Kalam) misalnya, mereka berpegang teguh pada ajaran  Asy’ariyah dan Maturidiyah yang sebagian besar bertumpu pada theo-centris, dalam bidang fiqih bertumpu pada fiqih empat Madzab, dan dalam bidang tassawuf berpegang pada tassawuf akhlaki




BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
A.    Macam-macam lembaga pendidikan:
1.       Kuttab
2.       Manazil ulama’
3.       Masjid dan Jami’
4.       Palace School
5.       Hawanit al-Warraqain
6.       Salunat al-Adabiyah
7.       Maktabah
8.       Bimaristan dan Musytasyfa
9.       Universitas
B.      Pandangan Normatif dan Sosiokultural Historis
1.       Agama sebagai sumber nilai, sumber etika, dan pandangan hidup yang dapat diperankan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
2.       Pendidikan yang bebasis kebudayaan adalah melahirkan peserta didik yang memiliki karakter, dan mendorong tumbuh berkembangnya nilai-nilai budaya yang mendorong lahirnya generasi yang baik, dan etos kerja yang tinggi.
3.       Sejarah merupakan sebuah bentuk apresiasi atas berbagai peristiwa masa lalu untuk digunakan sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi pengembangan ilmu pendidikan islam dimasa sekarang.


Posting Komentar

0 Komentar